Senin, 10 Oktober 2011

tugas paper filsafat ilmu


TUGAS MAKALAH MATA KULIAH FILSAFAT ILMU
DOSEN : Prof. Dr. Dr. Soetomo, WE, M. Pd

“NILAI UNIVERSAL RAMALAN JAYA BAYA ADALAH FILSAFAT UNTUK GENERASI KE GENERASI“

DI SUSUN OLEH

                                                               Nama                     :   Suyatno
                                                               NIM                       :   10.61.0380
                                                               Progeram  Studi     :  S2 Manajemen
                                                               Kosentrasi             :   Magister Sain


“NILAI UNIVERSAL RAMALAN JAYA BAYA ADALAH  FILSAFAT BAGI GENERASI KE GENERASI “

A  Latar Belakang.

Filsafat dalam bahasa Inggris, yaitu philosophy, adapun istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani, philosophia, yang terdiri atas dua kata: philos (cinta) atau philia (persahabatan, tertarik kepada) dan shopia (hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis,inteligensi). Jadi secara etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran. Plato menyebut Socrates sebagai philosophos (filosof) dalam pengertian pencinta kebijaksanaan. Kata falsafah merupakan arabisasi yang berarti pencarian yang dilakukan oleh para filosof. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata filsafat menunjukkan pengertian yang dimaksud, yaitu pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab asal dan hukumnya. Manusia filosofis adalah manusia yang memiliki kesadaran diri dan akal sebagaimana ia juga memiliki jiwa yang independen dan bersifat spiritual.Sebelum Socrates ada satu kelompok yang menyebut diri mereka sophist (kaum sofis) yang berarti cendekiawan. Mereka menjadikan persepsi manusia sebagai ukuran realitas dan menggunakan hujah-hujah yang keliru dalam kesimpulan mereka. Sehingga kata sofis mengalami reduksi makna yaitu berpikir yang menyesatkan. Socrates karena kerendahan hati dan menghindarkan diri dari pengidentifikasian dengan kaum sofis, melarang dirinya disebut dengan seorang sofis(cendekiawan). Oleh karena itu istilah filosof tidak pakai orang sebelum Socrates (Muthahhari, 2002).
      Pada mulanya kata filsafat berarti segala ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia. Mereka membagi filsafat kepada dua bagian yakni,filsafat teoretis dan filsafat praktis. Filsafat teoretis mencakup: (1) ilmupengetahuan alam, seperti: fisika, biologi, ilmu pertambangan, dan astronomi; (2) ilmu eksakta dan matematika; (3) ilmu tentang ketuhanan dan metafisika.
Filsafat praktis mencakup:
 (1) norma-norma (akhlak); 2)urusan rumah tangga;  (3) sosial dan politik.
 Secara umum filsafat berarti upaya manusia untuk memahami segala sesuatu secara sistematis, radikal, dan kritis. Berarti filsafat merupakan sebuah proses bukan sebuah produk. Maka proses yang dilakukan adalah berpikir kritis yaitu usaha secara aktif, sistematis, dan mengikuti pronsip-prinsip logika untuk mengerti dan mengevaluasi suatu informasi dengan tujuan menentukan apakah informasi itu diterima atau ditolak. Dengan demikian filsafat akan terus berubah hingga satu titik tertentu (Takwin, 2001).Defenisi kata filsafat bisa dikatakan merupakan sebuah masalah falsafi pula. Menurut para ahli logika ketika seseorang menanyakan pengertian (defenisi/hakikat) sesuatu, sesungguhnya ia sedang bertanya tentang macam-macam perkara. Tetapi paling tidak bisa dikatakan bahwa“falsafah” itu kira-kira merupakan studi yang didalami tidak dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk ini, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu dan akhirnya dari proses-proses sebelumnya ini dimasukkan ke dalam sebuah dialektika. Dialektika ini secara singkat bisa dikatakan merupakan sebuah bentuk daripada dialog. Adapun beberapa pengertian pokok tentang filsafat menurut kalangan filosof adalah:
1. Upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik serta lengkap tentang seluruh realitas.
2. Upaya untuk melukiskan hakikat realitas akhir dan dasar secara nyata.
3. Upaya untuk menentukan batas-batas dan jangkauan pengetahuan sumber daya, hakikatnya, keabsahannya, dan nilainya.
4. Penyelidikan kritis atas pengandaian-pengandaian dan pernyataan-pernyataan yang diajukan oleh berbagai bidang pengetahuan.
5. Disiplin ilmu yang berupaya untuk membantu Anda melihat apa yang    Anda katakan dan untuk menyatakan apa yang Anda lihat.
Plato (427–348 SM) menyatakan filsafat ialah pengetahuan yang bersifat untuk mencapai kebenaran yang asli. Sedangkan Aristoteles(382–322 SM) mendefenisikan filsafat ialah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika,logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. Sedangkan filosof lainnya Cicero (106–043 SM) menyatakan filsafat ialah ibu dari semua ilmu pengetahuan lainnya. Filsafat ialah ilmu pengetahuan terluhur dan keinginan untuk mendapatkannya.
Menurut Descartes (1596–1650), filsafat ialah kumpulan segala pengetahuan di mana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikannya. Sedangkan Immanuel Kant (1724–1804) berpendapat filsafat ialah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal segala pengetahuan yang tercakup di dalamnya 4 persoalan:
a.                Apakah yang dapat kita ketahui?  Jawabannya termasuk dalam bidang metafisika.
b. Apakah yang seharusnya kita kerjakan  ? Jawabannya termasuk dalam bidang etika.
c. Sampai di manakah harapan kita?   Jawabannya termasuk pada bidang agama.
d. Apakah yang dinamakan manusia itu? Jawabannya termasuk pada bidang antropologi.
 Setidaknya ada tiga karakteristik berpikir filsafat yakni:
1. Sifat menyeluruh: seseorang ilmuwan tidak akan pernah puas jika hanya mengenal ilmu hanya dari segi pandang ilmu itu sendiri. Dia ingin tahu hakikat ilmu dari sudut pandang lain, kaitannya dengan moralitas, serta ingin yakin apakah ilmu ini akan membawa kebahagian dirinya. Hal ini akan membuat ilmuwan tidak merasa sombong dan paling hebat. Di atas langit masih ada langit. contoh: Socrates menyatakan dia tidak tahu apa-apa.
2. Sifat mendasar: yaitu sifat yang tidak saja begitu percaya bahwa ilmu itu benar. Mengapa ilmu itu benar? Bagaimana proses penilaian berdasarkan kriteria tersebut dilakukan? Apakah kriteria itu sendiri benar? Lalu benar sendiri itu apa? Seperti sebuah pertanyaan yang melingkar yang harus dimulai dengan menentukan titik yang benar.
3. Spekulatif: dalam menyusun sebuah lingkaran dan menentukan titik awal sebuah lingkaran yang sekaligus menjadi titik akhirnya dibutuhkan sebuah sifat spekulatif baik sisi proses, analisis maupun pembuktiannya. Sehingga dapat dipisahkan mana yang logis atau tidak. Sir Isacc Newton, seorang ilmuwan yang sangat terkenal, President of the Royal Society memiliki ketiga karakteristik ini. Ada banyak penyempurnaan penemuan-penemuan ilmuwan sebelumnya yang dilakukannya. Dalam pencariannya akan ilmu, Newton tidak hanya percaya pada kebenaran yang sudah ada (ilmu pada saat itu). Ia menggugat (meneliti ulang) hasil penelitian terdahulu seperti logika aristotelian tentang gerak dan kosmologi, atau logika cartesian tentang materi gerak, cahaya, dan struktur kosmos. “Saya tidak mendefenisikan ruang, tempat, waktu dan gerak sebagaimana yang diketahui banyak orang” ujar Newton. Bagi Newton tak ada keparipurnaan, yang ada hanya pencarian yang dinamis, selalu mungkin berubah dan tak pernah selesai.“ku tekuni sebuah subjek secara terus menerus dan ku tunggu sampai cahaya fajar pertama datang perlahan, sedikit demi sedikit sampai betul betul terang”.

B. Munculnya Filsafat

Filsafat, terutama filsafat Barat muncul di Yunani semenjak kirakira abad ke-7 SM. Filsafat muncul ketika orang-orang mulai berpikir pikir dan berdiskusi akan keadaan alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri kepada agama lagi untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini. Banyak yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di Yunani dan tidak di daerah yang beradab lain kala itu seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir. Jawabannya sederhana: di Yunani, tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak ada kasta pendeta sehingga secara intelektual orang lebih bebas.
Orang Yunani pertama yang bisa diberi gelar filosof ialah Thales dari Mileta, sekarang di pesisir barat Turki. Tetapi filosof-filosof Yunani yang terbesar tentu saja ialah: Socrates, Plato, dan Aristoteles. Socrates adalah guru Plato sedangkan Aristoteles adalah murid Plato. Bahkan ada yang berpendapat bahwa sejarah filsafat tidak lain hanyalah “komentar komentar karya Plato belaka”. Hal ini menunjukkan pengaruh Plato yang sangat besar pada sejarah filsafat.

C. Klasifikasi Filsafat

Di seluruh dunia, banyak orang yang menanyakan pertanyaan yang sama dan membangun tradisi filsafat, menanggapi dan meneruskan banyak karya-karya sesama mereka. Oleh karena itu filsafat biasa diklasifikasikan menurut daerah geografis dan budaya. Pada dewasa ini filsafat biasa dibagi menjadi: “Filsafat Barat”, “Filsafat Timur”, dan“Filsafat Islam”.

Filsafat Barat

Filsafat Barat adalah ilmu yang biasa dipelajari secara akademis di universitas-universitas di Eropa dan daerah-daerah jajahan mereka.
Filsafat ini berkembang dari tradisi falsafi orang Yunani kuno. Menurut Takwin (2001) dalam pemikiran barat konvensional pemikiran yang sistematis, radikal, dan kritis seringkali merujuk pengertian yang ketat dan harus mengandung kebenaran logis. Misalnya aliran empirisme, positivisme, dan filsafat analitik memberikan criteria bahwa pemikiran dianggap filosofis jika mengadung kebenaran korespondensi dan koherensi. Korespondensi yakni sebuah pengetahuan dinilai benar jika pernyataan itu sesuai dengan kenyataan empiris. Contoh jika pernyataan ”Saat ini hujan turun”, adalah benar jika indra kita menangkap hujan turun, jika kenyataannya tidak maka pernyataannya dianggap salah. Koherensi berarti sebuah pernyataan dinilai benar jika pernyataan itu mengandung koherensi logis (dapat diuji dengan logika barat).
Dalam filsafat barat secara sistematis terbagi menjadi tiga bagian besar yakni:
 (a) bagian filsafat yang mengkaji tentang ada (being),
 (b) bidang filsafat yang mengkaji pengetahuan (epistimologi dalam arti luas),
 (c) bidang filsafat yang mengkaji nilai-nilai menentukan apa yang seharusnya dilakukan manusia (aksiologi).

Filsafat Timur

Filsafat Timur adalah tradisi falsafi yang terutama berkembang diAsia, khususnya di India, Tiongkok, dan daerah-daerah lain yang pernah dipengaruhi budayanya. Sebuah ciri khas filsafat timur ialah dekatnyahubungan filsafat dengan agama. Meskipun hal ini kurang lebih juga bias dikatakan untuk filsafat barat, terutama di Abad Pertengahan,  tetapi diDunia Barat filsafat ’an sich’ masih lebih menonjol daripada agama. Namanama beberapa filosof: Lao Tse, Kong Hu Cu, Zhuang Zi, dan lain-lain.Pemikiran filsafat timur sering dianggap sebagai pemikiran yang tidak rasional, tidak sistematis, dan tidak kritis. Hal ini disebabkan pemikiran timur lebih dianggap agama dibanding filsafat. Pemikiran timur tidak menampilkan sistematika seperti dalam filsafat barat. Misalnya dalam pemikiran Cina sistematikanya berdasarkan pada konstrusksi kronologis mulai dari penciptaan alam hingga meninggalnya manusia dijalin secara runut (Takwin, 2001).Belakangan ini, beberapa intelektual barat telah beralih ke filsafat timur, misalnya Fritjop Capra, seorang ahli fisika yang mendalami taoisme, untuk membangun kembali bangunan ilmu pengetahuan yang sudah terlanjur dirongrong oleh relativisme dan skeptisisme (Bagir,2005). Skeptisisme terhadap metafisika dan filsafat dipelopori oleh Rene Descartes dan William Ockham.

 Filsafat Islam

     Filsafat Islam ini sebenarnya mengambil tempat yang istimewa.Sebab dilihat dari sejarah, para filosof dari tradisi ini sebenarnya bisa dikatakan juga merupakan ahli waris tradisi Filsafat Barat (Yunani). Terdapat dua pendapat mengenai sumbangan peradaban Islam terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan, yang terus berkembang hingga saat ini. Pendapat pertama mengatakan bahwa orang Eropa belajar filsafat dari filosof Yunani seperti Aristoteles, melalui kitab-kitab yang disalin oleh St. Agustine (354–430 M), yang kemudian diteruskan oleh Anicius Manlius Boethius (480–524 M) dan John Scotus.   Pendapat kedua menyatakan bahwa orang Eropa belajar filsafat orang-orang Yunani dari buku-buku filsafat Yunani yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh filosof Islam seperti Al-Kindi dan Al-Farabi. Terhadap pendapat pertama Hoesin (1961) dengan tegas menolaknya karena menurutnya salinan buku filsafat Aristoteles seperti Isagoge,Categories, dan Porphyry telah dimusnahkan oleh pemerintah Romawi bersamaan dengan eksekusi mati terhadap Boethius, yang dianggap telah menyebarkan ajaran yang dilarang oleh negara. Selanjutnya dikatakan bahwa seandainya kitab-kitab terjemahan Boethius menjadi sumber perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan di Eropa, maka John Salisbury, seorang guru besar filsafat di Universitas Paris, tidak akan menyalin kembali buku Organon karangan Aristoteles dari terjemahanterjemahan berbahasa Arab, yang telah dikerjakan oleh filosof Islam(Haerudin, 2003).Majid Fakhri cenderung mengangap filsafat Islam sebagai mata rantai yang menghubungkan Yunani dengan Eropa modern. Kecenderungan ini disebut europosentris yang berpendapat filsafat Islam telah berakhir sejak kematian Ibn Rusyd. Pendapat ini ditentang oleh Henry Corbin dan Louis Massignon yang menilai adanya eksistensi filsafat Islam

D. PEMBAHASAN MASALAH
Ramalan Jayabaya atau sering disebut Jangka Jayabaya adalah ramalan dalam tradisi Jawa yang salah satunya dipercaya ditulis oleh Jayabaya, raja Kerajaan Kadiri. Ramalan ini dikenal pada khususnya di kalangan masyarakat Jawa yg dilestarikan secara turun temurun oleh para pujangga .Asal Usul utama  serat  jangka Jayabaya dapat dilihat pada kitab Musasar yg digubah oleh Sunan Giri Prapen. Sekalipun banyak keraguan keaslianya tapi sangat jelas bunyi bait pertama kitab Musasar yg menuliskan bahwasanya Jayabayalah yg membuat ramalan-ramalan tersebut.
"Kitab Musarar dibuat tatkala Prabu Jayabaya di Kediri yang gagah perkasa, Musuh takut dan takluk, tak ada yang berani."
Meskipun demikian, kenyataannya dua pujangga yang hidup sezaman dengan Prabu Jayabaya, yakni Mpu Sedah dan Mpu Panuluh, sama sekali tidak menyebut dalam kitab-kitab mereka: Kakawin Bharatayuddha, Kakawin Hariwangsa dan Kakawin Gatotkacasraya, bahwa Prabu Jayabaya memiliki karya tulis. Kakawin Bharatayuddha hanya menceritakan peperangan antara kaum Korawa dan Pandawa yang disebut peperangan Bharatayuddha. Sedangkan Kakawin Hariwangsa dan Kakawin Gatotkacasraya berisi tentang cerita ketika sang prabu Kresna, titisan batara Wisnu ingin menikah dengan Dewi Rukmini, dari negeri Kundina, putri prabu Bismaka. Rukmini adalah titisan Dewi Sri.[1]

Asal-usul

Dari berbagai sumber dan keterangan yang ada mengenai Ramalan Jayabaya, maka pada umumnya para sarjana sepakat bahwa sumber ramalan ini sebenarnya hanya satu, yakni Kitab Asrar (Musarar) karangan Sunan Giri Perapan (Sunan Giri ke-3) yang kumpulkannya pada tahun Saka 1540 = 1028 H = 1618 M, hanya selisih 5 tahun dengan selesainya kitab Pararaton tentang sejarah Majapahit dan Singosari yang ditulis di pulau Bali 1535 Saka atau 1613 M. Jadi penulisan sumber ini sudah sejak zamannya Sultan Agung dari Mataram bertahta (1613-1645 M).
Kitab Jangka Jayabaya pertama dan dipandang asli, adalah dari buah karya Pangeran Wijil I dari Kadilangu (sebutannya Pangeran Kadilangu II) yang dikarangnya pada tahun 1666-1668 Jawa = 1741-1743 M. Sang Pujangga ini memang seorang pangeran yang bebas. Mempunyai hak merdeka, yang artinya punya kekuasaan wilayah "Perdikan" yang berkedudukan di Kadilangu, dekat Demak. Memang beliau keturunan Sunan Kalijaga, sehingga logis bila beliau dapat mengetahui sejarah leluhurnya dari dekat, terutama tentang riwayat masuknya Sang Brawijaya terakhir (ke-5) mengikuti agama baru, Islam, sebagai pertemuan segitiga antara Sunan Kalijaga, Brawijaya ke-V dan Penasehat Sang Baginda benama Sabda Palon dan Nayagenggong.
Disamping itu beliau menjabat sebagai Kepala Jawatan Pujangga Keraton Kartasura tatkala zamannya Sri Paku Buwana II (1727-1749). Hasil karya sang Pangeran ini berupa buku-buku misalnya, Babad Pajajaran, Babad Majapahit, Babad Demak, Babad Pajang, Babad Mataram, Raja Kapa-kapa, Sejarah Empu, dll. Tatkala Sri Paku Buwana I naik tahta (1704-1719) yang penobatannya di Semarang, Gubernur Jenderalnya benama van Outhoorn yang memerintah pada tahun 1691-1704. Kemudian diganti G.G van Hoorn (1705-1706), Pangerannya Sang Pujangga yang pada waktu masih muda. Didatangkan pula di Semarang sebagai Penghulu yang memberi Restu untuk kejayaan Keraton pada tahun 1629 Jawa = 1705 M, yang disaksikan GG. Van Hoorn.
Ketika keraton Kartasura akan dipindahkan ke desa Sala, sang Pujangga diminta pandapatnya oleh Sri Paku Buwana II. Ia kemudian diserahi tugas dan kewajiban sebagai peneliti untuk menyelidiki keadaan tanah di desa Sala, yang terpilih untuk mendirikan keraton yang akan didirikan tahun 1669 Jawa (1744 M).
Sang Pujangga wafat pada hari Senin Pon, 7 Maulud Tahun Be Jam'iah 1672 Jawa 1747 M, yang pada zamannya Sri Paku Buwono 11 di Surakarta. Kedudukannya sebagai Pangeran Merdeka diganti oleh puteranya sendiri yakni Pangeran Soemekar, lalu berganti nama Pangeran Wijil II di Kadilangu (Pangeran Kadilangu III), sedangkan kedudukannya sebagai pujangga keraton Surakarta diganti oleh Ngabehi Yasadipura I, pada hari Kemis Legi,10 Maulud Tahun Be 1672 Jawa = 1747 M.
Jangka Jayabaya yang kita kenal sekarang ini adalah gubahan dari Kitab Musarar, yang sebenarnya untuk menyebut "Kitab Asrar" Karangan Sunan Giri ke-3 tersebut. Selanjutnya para pujangga dibelakang juga menyebut nama baru itu.
Kitab Asrar itu memuat lkhtisar (ringkasan) riwayat negara Jawa, yaitu gambaran gilir bergantinya negara sejak zaman purbakala hingga jatuhnya Majapahit lalu diganti dengan Ratu Hakikat ialah sebuah kerajaan Islam pertama di Jawa yang disebut sebagai ”Giri Kedaton". Giri Kedaton ini nampaknya Merupakan zaman peralihan kekuasaan Islam pertama di Jawa yang berlangsung antara 1478-1481 M, yakni sebelum Raden Patah dinobatkan sebagai Sultan di Demak oleh para Wali pada 1481 M. Namun demikian adanya keraton Islam di Giri ini masih bersifat ”Hakikat” dan diteruskan juga sampai zaman Sunan Giri ke-3.
Sejak Sunan Giri ke-3 ini praktis kekuasaannya berakhir karena penaklukkan yang dilakukan oleh Sultan Agung dari Mataram; Sejak Raden Patah naik tahta (1481) Sunan Ratu dari Giri Kedaton ini lalu turun tahta kerajaan, diganti oleh Ratu seluruh jajatah, ialah Sultan di Demak, Raden Patah. Jadi keraton di Giri ini kira-kira berdiri antara 1478-1481 M atau lebih lama lagi, yakni sejak Sunan Giri pertama mendirikannya atau mungkin sudah sejak Maulana Malik Ibrahim yang wafat pada tahun 1419 M (882 H). Setelah kesultanan Demak jatuh pada masa Sultan Trenggono, lalu tahta kerajaan jatuh ke tangan raja yang mendapat julukan sebagai "Ratu Bobodo") ialah Sultan Pajang. Disebut demikian karena pengaruh kalangan Ki Ageng yang berorientasi setengah Budha/Hindu dan setengah Islam di bawah pengaruh kebatinan Siti Jenar, yang juga hendak di basmi pengaruhnya sejak para Wali masih hidup.
Setelah Kerajaan ini jatuh pula, lalu di ganti oleh penguasa baru yakni, Ratu Sundarowang ialah Mataram bertahta dengan gelar Prabu Hanyokro Kusumo (Sultan Agung) yang berkuasa di seluruh Jawa dan Madura. Di kelak kemudian hari (ditinjau, dari sudut alam pikiran Sri Sultan Agung dari Mataram ini) akan muncullah seorang raja bertahta di wilayah kerajaan Sundarowang ini ialah seorang raja Waliyullah yang bergelar Sang Prabu Herucakra yang berkuasa di seluruh Jawa-Madura, Patani dan Sriwijaya.
Wasiat Sultan Agung itu mengandung kalimat ramalan, bahwa kelak sesudah beliau turun dari tahta, kerajaan besar ini akan pulih kembali kewibawaannya, justru nanti dizaman jauh sesudah Sultan Agung wafat. Ini berarti raja-raja pengganti beliau dinilai (secara pandangan batin) sebagai raja-raja yang tidak bebas merdeka lagi. Bisa kita maklumi, karena pada tahun-tahun berikutnya praktis Mataram sudah menjadi negara boneka VOC yang menjadi musuh Sultan Agung (ingat perang Sultan Agung dengan VOC tahun 1628 & 1629 yang diluruk ke Jakarta/ Batavia oleh Sultan Agung).
Oleh Pujangga, Kitab Asrar digubah dan dibentuk lagi dengan pendirian dan cara yang lain, yakni dengan jalan mengambil pokok/permulaan cerita Raja Jayabaya dari Kediri. Nama mana diketahui dari Kakawin Bharatayudha, yang dikarang oleh Mpu Sedah pada tahun 1079 Saka = 1157 M atas titah Sri Jayabaya di Daha/ Kediri. Setelah mendapat pathokan/data baru, raja Jayabaya yang memang dikenal masyarakat sebagai pandai meramal, sang pujangga (Pangeran Wijil) lalu menulis kembali, dengan gubahan "JANGKA JAYABAYA" dengan ini yang dipadukan antara sumber Serat Bharatayudha dengan kitab Asrar serta gambaran pertumbuhan negara-negara dikarangnya sebelumnya dalam bentuk babad.
Lalu dari hasil, penelitiannya dicarikan Inti sarinya dan diorbitkan dalam bentuk karya-karya baru dengan harapan dapat menjadi sumber semangat perjuangan bagi generasi anak cucu di kemudian hari.
Cita-cita yang pujangga yang dilukiskan sebagai zaman keemasan itu, jelas bersumber semangat dari gambaran batin Sultan Agung. Jika kita teliti secara kronologi, sekarang ternyata menunjukan gambaran sebuah negara besar yang berdaulat penuh yang kini benama "REPUBLIK INDONESIA"!. Kedua sumber yang diperpadukan itu ternyata senantiasa mengilhami para pujangga yang hidup diabad-abad kemudian, terutama pujangga terkenal R.Ng., cucu buyut pujangga Yasadipura I pengganti Pangeran Wijil I.
Jangka Jayabaya dari Kitab Asrar ini sungguh diperhatikan benar-benar oleh para pujangga di Surakarta dalam abad 18/19 M dan sudah terang Merupakan sumber perpustakaan dan kebudayaan Jawa baru. Hal ini ternyata dengan munculnya karangan-karangan baru, Kitab Asrar/Musarar dan Jayabaya yang hanya bersifat ramalan belaka. Sehingga setelah itu tumbuh bermacam-macam versi teristimewa karangan baru Serat Jayabaya yang bersifat hakikat bercampur jangka atau ramalan, akan tetapi dengan ujaran yang dihubungkan dengan lingkungan historisnya satu sama lain sehingga merupakan tambahan riwayat buat negeri ini.
Semua itu telah berasal dari satu sumber benih, yakni Kitab Asrar karya Sunan Giri ke-3 dan Jangka Jayabaya gubahan dari kitab Asrar tadi, plus serat Mahabarata karangan Mpu Sedah & Panuluh. Dengan demikian, Jangka Jayabaya ini ditulis kembali dengan gubahan oleh Pangeran Wijil I pada tahun 1675 Jawa (1749 M) bersama dengan gubahannya yang berbentuk puisi, yakni Kitab Musarar. Dengan begitu menjadi jelaslah apa yang kita baca sekarang ini.

Isi Ramalan (Ringkasan sebagian)

1.       Besuk yen wis ana kreta tanpa jaran --- Kelak jika sudah ada kereta tanpa kuda.
2.       Tanah Jawa kalungan wesi --- Pulau Jawa berkalung besi.
3.       Prahu mlaku ing dhuwur awang-awang --- Perahu berjalan di angkasa.
4.       Kali ilang kedhunge --- Sungai kehilangan mata air.
5.       Pasar ilang kumandhang --- Pasar kehilangan suara.
6.       Iku tandha yen tekane zaman Jayabaya wis cedhak --- Itulah pertanda zaman Jayabaya telah mendekat.
7.       Bumi saya suwe saya mengkeret --- Bumi semakin lama semakin mengerut.
8.       Sekilan bumi dipajeki --- Sejengkal tanah dikenai pajak.
9.       Jaran doyan mangan sambel --- Kuda suka makan sambal.
10.   Wong wadon nganggo pakeyan lanang --- Orang perempuan berpakaian lelaki.
11.   Iku tandhane yen wong bakal nemoni wolak-waliking zaman--- Itu pertanda orang akan mengalami zaman berbolak-balik
12.   Akeh janji ora ditetepi --- Banyak janji tidak ditepati.
13.   keh wong wani nglanggar sumpahe dhewe--- Banyak orang berani melanggar sumpah sendiri.
14.   Manungsa padha seneng nyalah--- Orang-orang saling lempar kesalahan.
15.   Ora ngendahake hukum Hyang Widhi--- Tak peduli akan hukum Hyang Widhi.
16.   Barang jahat diangkat-angkat--- Yang jahat dijunjung-junjung.
17.   Barang suci dibenci--- Yang suci (justru) dibenci.
18.   Akeh manungsa mung ngutamakke dhuwit--- Banyak orang hanya mementingkan uang.
19.   Lali kamanungsan--- Lupa jati kemanusiaan.
20.   Lali kabecikan--- Lupa hikmah kebaikan.
21.   Lali sanak lali kadang--- Lupa sanak lupa saudara.
22.   Akeh bapa lali anak--- Banyak ayah lupa anak.
23.   Akeh anak wani nglawan ibu--- Banyak anak berani melawan ibu.
24.   Nantang bapa--- Menantang ayah.
25.   Sedulur padha cidra--- Saudara dan saudara saling khianat.
26.   Kulawarga padha curiga--- Keluarga saling curiga.
27.   Kanca dadi mungsuh --- Kawan menjadi lawan.
28.   Akeh manungsa lali asale --- Banyak orang lupa asal-usul.
29.   Ukuman Ratu ora adil --- Hukuman Raja tidak adil
30.   Akeh pangkat sing jahat lan ganjil--- Banyak pejabat jahat dan ganjil
31.   Akeh kelakuan sing ganjil --- Banyak ulah-tabiat ganjil
32.   Wong apik-apik padha kapencil --- Orang yang baik justru tersisih.
33.   Akeh wong nyambut gawe apik-apik padha krasa isin --- Banyak orang kerja halal justru merasa malu.
34.   Luwih utama ngapusi --- Lebih mengutamakan menipu.
35.   Wegah nyambut gawe --- Malas untuk bekerja.
36.   Kepingin urip mewah --- Inginnya hidup mewah.
37.   Ngumbar nafsu angkara murka, nggedhekake duraka --- Melepas nafsu angkara murka, memupuk durhaka.
38.   Wong bener thenger-thenger --- Orang (yang) benar termangu-mangu.
39.   Wong salah bungah --- Orang (yang) salah gembira ria.
40.   Wong apik ditampik-tampik--- Orang (yang) baik ditolak ditampik (diping-pong).
41.   Wong jahat munggah pangkat--- Orang (yang) jahat naik pangkat.
42.   Wong agung kasinggung--- Orang (yang) mulia dilecehkan
43.   Wong ala kapuja--- Orang (yang) jahat dipuji-puji.
44.   Wong wadon ilang kawirangane--- perempuan hilang malu.
45.   Wong lanang ilang kaprawirane--- Laki-laki hilang jiwa kepemimpinan.
46.   Akeh wong lanang ora duwe bojo--- Banyak laki-laki tak mau beristri.
47.   Akeh wong wadon ora setya marang bojone--- Banyak perempuan ingkar pada suami.
48.   Akeh ibu padha ngedol anake--- Banyak ibu menjual anak.
49.   Akeh wong wadon ngedol awake--- Banyak perempuan menjual diri.
50.   Akeh wong ijol bebojo--- Banyak orang gonta-ganti pasangan.
51.   Wong wadon nunggang jaran--- Perempuan menunggang kuda.
52.   Wong lanang linggih plangki--- Laki-laki naik tandu.
53.   Randha seuang loro--- Dua janda harga seuang (Red.: seuang = 8,5 sen).
54.   Prawan seaga lima--- Lima perawan lima picis.
55.   Dhudha pincang laku sembilan uang--- Duda pincang laku sembilan uang.
56.   Akeh wong ngedol ngelmu--- Banyak orang berdagang ilmu.
57.   Akeh wong ngaku-aku--- Banyak orang mengaku diri.
58.   Njabane putih njerone dhadhu--- Di luar putih di dalam jingga.
59.   Ngakune suci, nanging sucine palsu--- Mengaku suci, tapi palsu belaka.
60.   Akeh bujuk akeh lojo--- Banyak tipu banyak muslihat.
61.   Akeh udan salah mangsa--- Banyak hujan salah musim.
62.   Akeh prawan tuwa--- Banyak perawan tua.
63.   Akeh randha nglairake anak--- Banyak janda melahirkan bayi.
64.   Akeh jabang bayi lahir nggoleki bapakne--- Banyak anak lahir mencari bapaknya.
65.   Agama akeh sing nantang--- Agama banyak ditentang.
66.   Prikamanungsan saya ilang--- Perikemanusiaan semakin hilang.
67.   Omah suci dibenci--- Rumah suci dijauhi.
68.   Omah ala saya dipuja--- Rumah maksiat makin dipuja.
69.   Wong wadon lacur ing ngendi-endi--- Perempuan lacur dimana-mana.
70.   Akeh laknat--- Banyak kutukan
71.   Akeh pengkianat--- Banyak pengkhianat.
72.   Anak mangan bapak---Anak makan bapak.
73.   Sedulur mangan sedulur---Saudara makan saudara.
74.   Kanca dadi mungsuh---Kawan menjadi lawan.
75.   Guru disatru---Guru dimusuhi.
76.   Tangga padha curiga---Tetangga saling curiga.
77.   Kana-kene saya angkara murka --- Angkara murka semakin menjadi-jadi.
78.   Sing weruh kebubuhan---Barangsiapa tahu terkena beban.
79.   Sing ora weruh ketutuh---Sedang yang tak tahu disalahkan.
80.   Besuk yen ana peperangan---Kelak jika terjadi perang.
81.   Teka saka wetan, kulon, kidul lan lor---Datang dari timur, barat, selatan, dan utara.
82.   Akeh wong becik saya sengsara--- Banyak orang baik makin sengsara.
83.   Wong jahat saya seneng--- Sedang yang jahat makin bahagia.
84.   Wektu iku akeh dhandhang diunekake kuntul--- Ketika itu burung gagak dibilang bangau.
85.   Wong salah dianggep bener---Orang salah dipandang benar.
86.   Pengkhianat nikmat---Pengkhianat nikmat.
87.   Durjana saya sempurna--- Durjana semakin sempurna.
88.   Wong jahat munggah pangkat--- Orang jahat naik pangkat.
89.   Wong lugu kebelenggu--- Orang yang lugu dibelenggu.
90.   Wong mulya dikunjara--- Orang yang mulia dipenjara.
91.   Sing curang garang--- Yang curang berkuasa.
92.   Sing jujur kojur--- Yang jujur sengsara.
93.   Pedagang akeh sing keplarang--- Pedagang banyak yang tenggelam.
94.   Wong main akeh sing ndadi---Penjudi banyak merajalela.
95.   Akeh barang haram---Banyak barang haram.
96.   Akeh anak haram---Banyak anak haram.
97.   Wong wadon nglamar wong lanang---Perempuan melamar laki-laki.
98.   Wong lanang ngasorake drajate dhewe---Laki-laki memperhina derajat sendiri.
99.   Akeh barang-barang mlebu luang---Banyak barang terbuang-buang.
100.            Akeh wong kaliren lan wuda---Banyak orang lapar dan telanjang.
101.            Wong tuku ngglenik sing dodol---Pembeli membujuk penjual.
102.            Sing dodol akal okol---Si penjual bermain siasat.
103.            Wong golek pangan kaya gabah diinteri---Mencari rizki ibarat gabah ditampi.
104.            Sing kebat kliwat---Yang tangkas lepas.
105.            Sing telah sambat---Yang terlanjur menggerutu.
106.            Sing gedhe kesasar---Yang besar tersasar.
107.            Sing cilik kepleset---Yang kecil terpeleset.
108.            Sing anggak ketunggak---Yang congkak terbentur.
109.            Sing wedi mati---Yang takut mati.
110.            Sing nekat mbrekat---Yang nekat mendapat berkat.
111.            Sing jerih ketindhih---Yang hati kecil tertindih
112.            Sing ngawur makmur---Yang ngawur makmur
113.            Sing ngati-ati ngrintih---Yang berhati-hati merintih.
114.            Sing ngedan keduman---Yang main gila menerima bagian.
115.            Sing waras nggagas---Yang sehat pikiran berpikir.
116.            Wong tani ditaleni---Orang (yang) bertani diikat.
117.            Wong dora ura-ura---Orang (yang) bohong berdendang.
118.            Ratu ora netepi janji, musna panguwasane---Raja ingkar janji, hilang wibawanya.
119.            Bupati dadi rakyat---Pegawai tinggi menjadi rakyat.
120.            Wong cilik dadi priyayi---Rakyat kecil jadi priyayi.
121.            Sing mendele dadi gedhe---Yang curang jadi besar.
122.            Sing jujur kojur---Yang jujur celaka.
123.            Akeh omah ing ndhuwur jaran---Banyak rumah di punggung kuda.
124.            Wong mangan wong---Orang makan sesamanya.
125.            Anak lali bapak---Anak lupa bapa.
126.            Wong tuwa lali tuwane---Orang tua lupa ketuaan mereka.
127.            Pedagang adol barang saya laris---Jualan pedagang semakin laris.
128.            Bandhane saya ludhes---Namun harta mereka makin habis.
129.            Akeh wong mati kaliren ing sisihe pangan---Banyak orang mati lapar di samping makanan.
130.            Akeh wong nyekel bandha nanging uripe sangsara---Banyak orang berharta tapi hidup sengsara.
131.            Sing edan bisa dandan---Yang gila bisa bersolek.
132.            Sing bengkong bisa nggalang gedhong---Si bengkok membangun mahligai.
133.            Wong waras lan adil uripe nggrantes lan kepencil---Yang waras dan adil hidup merana dan tersisih.
134.            Ana peperangan ing njero---Terjadi perang di dalam.
135.            Timbul amarga para pangkat akeh sing padha salah paham---Terjadi karena para pembesar banyak salah faham.
136.            Durjana saya ngambra-ambra---Kejahatan makin merajalela.
137.            Penjahat saya tambah---Penjahat makin banyak.
138.            Wong apik saya sengsara---Yang baik makin sengsara.
139.            Akeh wong mati jalaran saka peperangan---Banyak orang mati karena perang.
140.            Kebingungan lan kobongan---Karena bingung dan kebakaran.
141.            Wong bener saya thenger-thenger---Si benar makin tertegun.
142.            Wong salah saya bungah-bungah---Si salah makin sorak sorai.
143.            Akeh bandha musna ora karuan lungane---Banyak harta hilang entah ke mana
144.            Akeh pangkat lan drajat pada minggat ora karuan sababe---Banyak pangkat dan derajat lenyap entah mengapa.
145.            Akeh barang-barang haram, akeh bocah haram---Banyak barang haram, banyak      anak haram.
146.            Bejane sing lali, bejane sing eling---Beruntunglah si lupa, beruntunglah si sadar.
147.            Nanging sauntung-untunge sing lali---Tapi betapapun beruntung si lupa.
148.            Isih untung sing waspada---Masih lebih beruntung si waspada.
149.            Angkara murka saya ndadi---Angkara murka semakin menjadi.
150.            Kana-kene saya bingung---Di sana-sini makin bingung.
151.            Pedagang akeh alangane---Pedagang banyak rintangan.
152.            Akeh buruh nantang juragan---Banyak buruh melawan majikan.
153.            Juragan dadi umpan---Majikan menjadi umpan.
154.            Sing suwarane seru oleh pengaruh---Yang bersuara tinggi mendapat pengaruh.
155.            Wong pinter diingar-ingar---Si pandai direcoki.
156.            Wong ala diuja---Si jahat dimanjakan.
157.            Wong ngerti mangan ati---Orang yang mengerti makan hati.
158.            Bandha dadi memala---Hartabenda menjadi penyakit
159.            Pangkat dadi pemikat---Pangkat menjadi pemukau.
160.            Sing sawenang-wenang rumangsa menang --- Yang sewenang-wenang merasa menang
161.            Sing ngalah rumangsa kabeh salah---Yang mengalah merasa serba salah.
162.            Ana Bupati saka wong sing asor imane---Ada raja berasal orang beriman rendah.
163.            Patihe kepala judhi---Maha menterinya benggol judi.
164.            Wong sing atine suci dibenci---Yang berhati suci dibenci.
165.            Wong sing jahat lan pinter jilat saya derajat---Yang jahat dan pandai menjilat makin kuasa.
166.            Pemerasan saya ndadra---Pemerasan merajalela.
167.            Maling lungguh wetenge mblenduk --- Pencuri duduk berperut gendut.
168.            Pitik angrem saduwure pikulan---Ayam mengeram di atas pikulan.
169.            Maling wani nantang sing duwe omah---Pencuri menantang si empunya rumah.
170.            Begal pada ndhugal---Penyamun semakin kurang ajar , dll.
Kandungan makna dari suatu ramalan yang disebut jangka atau ramalan  Prabu Jayabaya dari Kediri pada abat 7 itu betul betul menjadi perhatian pada generasi selanjutnya terbukti sejak zamannya Sultan Agung dari Mataram bertahta (1613-1645 M), atau  Pangeran Wijil I dari Kadilangu (sebutannya Pangeran Kadilangu II) yang dikarangnya pada tahun 1666-1668 Jawa = 1741-1743 M,  R.Ng., cucu buyut pujangga Yasadipura I pengganti Pangeran Wijil I. sampai pada abat 18/19 pada masa pujangga baru di Surakarta, hampir semua pujangga tersebut ingin mengungkapkan misteri yang terkandung dalam  Jangka Jaya Baya tersebut, bahkan sampai pada zaman  RI  baik orde yang dahulu hingga sekarang masih menarik untuk di teliti dan di kaji. Mengajak pada audience untuk dapat menemukan makna wejangan atau pesan yang dimaksudkan  pujangga pada kita,


E. BERPIKIR FILSAFAT BAGI GENERASI BERIKUTNYA
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata filsafat menunjukkan pengertian yang dimaksud, yaitu pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab asal dan hukumnya. Manusia filosofis adalah manusia yang memiliki kesadaran diri dan akal sebagaimana ia juga memiliki jiwa yang independen dan bersifat spiritual.
Jika diperhatikan isi butir-butir jangka atau ramalan tersebut bisa dikatakan sebagai pengetahuan untuk diselidiki dengan akal budi untuk diketahui kebenaran baik secara rasional maupun sampai kebanaran hakekat. Karena dalam kenyataan bisa dipahami mengandung kebenaran baik sejak pemerintahan saat itu sampai zaman Sultan Agung, zaman Mataram Surakarta hingga pemerintahan RI sampai sekarang ramalan ramalan itu tetap belaku. Sebagai contoh “ Ana Bupati saka wong sing asor imane” atau “patihe kepala judi”, “ Akeh wong nyekel bandha nanging uripe sangsara---Banyak orang berharta tapi hidup sengsara.”Sing edan bisa dandan---Yang gila bisa bersolek.” “Sing bengkong bisa nggalang gedhong---Si bengkok membangun mahligai.” Hal ini ada dijaman dulu maupun sekarang. Dan lain sebagainya , yang semuanya isi mengajak pembaca berpikir akan maksudnya.Selanjudnya Jika sebuah bangsa hanya memperhatikan harta, mengabaikan cita-cita, maka bangsa itu bukanlah bangsa yang besar. Bangsa yang besar adalah bangsa yang hidup dengan cita-cita, memelihara jiwa sekaligus raganya. Tetapi harta bukanlah yang utama. Sebab bukanlah harta yang memerdekakan bangsa dan rakyat kita, melainkan jiwa, sekali lagi jiwa kita yang membaja, semangat kita yang membara yang membawa kita semua ke dalam kemerdekaan, maka Bangunlah Jiwa Rakyat Indonesia, Bangunlah Badannya untuk Indonesia Jaya"
Demikianlah pesan gaib Bung Karno yang disampaikan kepada Kusumo Lelono, seperti yang ditulisnya dalam ‘Satrio Piningit' (Gramedia Pustaka Utama/1999). Menurut Lelono, Bung Karno menggunakan kepercayaan masyarakat akan ramalan Prabu Jayabaya untuk membangkitkan semangat keberanian yang tinggi di kalangan rakyat pada massa perjuangan. Jadi tidak heran, jika hingga kini getar suara Bung Karno itu masih terasa di denyut nadi perjuangan kita, dan sosoknya pun seperti masih bernyawa.
F. KESIMPULAN
Setelah meperhatikan sekilas tentang isi buku Jangka Jaya Baya tersebut,secara berfikir filsafat kurang lebih penulis dapat menyimpulkan :
Pertama, merajalelanya korupsi di tanah air, dalam berbagai bentuk, tingkatan jabatan dan kekuasaan. Ini menandakan bahwa harta kekayaan dalam rupa uang masih menjadi orientasi politik kekuasaan, baik itu dilakukan oleh elite politik maupun oleh masyarakat. Uang telah membutakan mata hati, bukan hanya pejabat politik tingkat elite tetapi juga telah sampai ke desa-desa.
Kedua, tidak adanya kepastian hukum. Upaya penegakan hukum masih terbentur pada kepentingan politik tertentu. Sehingga membawa akibat pada tidak terlaksanya keadilan, juga yang lebih serius adalah tidak ditegakkannya hak asasi manusia dalam hukum. Eksekusi mati, yang masih berlaku di negeri ini menjadi indikasi hilangnya penghargaan terhadap hak asasi manusia.
Ketiga, hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap sosok pemimpimnya. Kecenderungan para pemimpin negara untuk mementingkan diri sendiri, mengejar kehendaknya sendiri dan tidak pro-rakyat memberi dampak pada keengganan rakyat untuk berpartisipasi aktif dalam berpolitik.
G. DAFTAR PUSTAKA
  1. D. Inandiak, Elisabeth, Les chants de l'île à dormir debout, Le Rélié, 2002
2.       Achmad Sanusi (1998), Filsafat Ilmu, Teori Keilmuan dan Metode Penelitian, Bandung: Program Pasca Sarjana IKIP Bandung
3.       Endang Saefuddin Anshari, (1982), Ilmu, Filsafat dan Agama, Surabaya: Bina Ilmu.
4.       Himsworth, Harold (1997), Pengetahuan Keilmuan dan Pemikiran Filosofi, (Terjemahan Achmad Bimadja, Ph.D), Bandung: ITB Bandung.
5.       Ismaun, (2002), Filsafat Ilmu, Materi Kuliah, Bandung (Terbitan Khusus).
6.       Jammer, Max (1999), Einsten and Religion: Physics and Theology, New Jersey: Princeton University, Press.
7.       Sudarto (1997), Metodologi Penelitian Filsafat, Jakarta: Raja Grafindo Persada. Tibawi, AL, (1972), Islamic Education, London: Luzak & Company Ltd